Perbuatan baik dilakukan tidak semata hanya karena mengikuti orang lain atau agar terlihat (dinilai) baik. Namun, kebajikan dilakukan atas dasar karena kita memiliki pemahaman bahwa kebajikan memiliki kaitan dengan kebahagiaan yang ingin kita kembangkan hingga sempurna, baik di kehidupan saat ini maupun kehidupan yang akan datang. Patut diketahui, bahwa kebajikan perlu dilakukan karena menyadari kecenderungan batin yang bersifat seperti air sebagaimana air selalu mengalir dari tempat yang tinggi menuju ke tempat rendah.

Sumber Gambar : Canva
Demikian juga kita menyadari jika perbuatan buruk lebih mudah dilakukan daripada melakukan kebaikan. Oleh karenanya, kebajikan hendaknya perlu dikembangkan agar dapat mengurangi potensi untuk melakukan keburukan.
Para bhikkhu saat ini meski telah berjuang dengan sungguh-sungguh, tetap merasa belum sempurna sehingga masih perlu untuk terus berjuang dan mengembangkan kebajikan. Sebagaimana yang telah dianjurkan oleh Buddha untuk tidak mudah merasa puas atas pencapaian kebajikan ataupun hal-hal baik yang bisa dilakukan hingga hari ini.
Demikian juga para gharāvāsa (perumah tangga) demi manfaat-manfaat duniawi sebagaimana dijelaskan di dalam Atanatiya Paritta, orang-orang dahulu mereka yang memiliki kebijaksanaan di dalam batin dan mampu mengarahkan hidupnya atau melatih dirinya sendiri agar berpatokan atau berpijak pada:
- Atthi loke sīla (berpijak kepada moralitas). Seseorang hidup di mana pun mereka berada dan mengharapkan agar hal-hal yang tidak diinginkan dapat berkurang, maka hidupnya harus diarahkan pada sīla (memiliki kemoralan). Meskipun seorang perumah tangga hanya melaksanakan lima aturan moralitas, apabila dijalankan dengan sempurna akan dapat menentukan hidup kita dimanapun kita berada dan menjauhkan kita dari hal-hal yang tidak diinginkan. Misalnya, dengan pelaksanaan sīla tersebut kita dapat terhindar dari permusuhan, difitnah, tidak disukai, dan lain sebagainya. Sebaliknya, jika hidup tidak diarahkan atau berpegang pada aturan moralitas maka hanya akan mengakibatkan dunia menjadi kacau; perjudian, perkelahian, perbuatan asusila, dan hal-hal buruk lainnya semakin mudah dilakukan.
- Berpijak pada kasih sayang. Ketika melihat orang lain sedang dalam kesedihan ataupun mengalami kesusahan, semestinya dapat muncul dalam batin kita untuk mengupayakan agar orang tersebut tidak lagi bersedih ataupun membantu untuk meringankan beban mereka. Dengan munculnya kasih sayang akan membuat kita tergerak untuk kita melakukan kebajikan dimanapun kita berada. Kita akan mengupayakan bagaimana agar hidup kita dapat memberi manfaat untuk orang lain. Di sisi lain, kebajikan itu juga akan bermanfaat untuk diri sendiri. Oleh karenanya, orang yang memiliki kasih sayang yang besar, dimanapun dia berada akan memiliki kebahagiaan.
Pengembangkan kebajikan berupa kasih sayang ini tidak hanya dilakukan kepada mereka yang masih hidup tetapi juga dapat dilakukan kepada mereka yang telah meninggal. Atas dasar kasih sayang kita kepada para leluhur atau sanak saudara kita yang telah meninggal, kita dapat melakukan Pattidana (melimpahkan jasa kebajikan yang telah kita lakukan) dan mendoakan agar mereka dapat terlahir di alam berbahagia.
Selain itu, pengembangan kasih sayang ini juga dapat melemahkan bahkan menghancurkan satu kekotoran batin berupa kebencian. Apabila dalam batin kita didominasi oleh kasih sayang maka kebencian perlahan akan terkikis dan lenyap. Orang yang memiliki kasih sayang tidak akan memiliki kebencian, sebaliknya orang yang membenci tidak akan dapat memunculkan kasih sayang.
Dalam Aṅguttara Nikaya (AN 11.15) Buddha menyebutkan sebelas manfaat dari pengembangan kasih sayang atau cinta kasih (metta): 1) Seseorang tidur dengan nyenyak, 2) Ia terjaga dengan bahagia, 3)ia tidak bermimpi buruk,
4) Ia disukai manusia, 5) Ia disukai makhluk halus, 6) Para dewa melindunginya, 7) Api, racun, dan senjata tidak dapat melukainya, 8) Pikirannya mudah terkonsentrasi, 9) Raut wajahnya tenang, 10) Ia meninggal dunia dengan tidak bingung, dan 11) Jika ia menembus lebih jauh, maka ia akan mengembara menuju alam Brahmā. Maka dari itu, kasih sayang memiliki manfaat yang begitu besar tidak hanya untuk orang lain tetapi juga untuk diri sendiri. Semakin besar kasih sayang yang kita miliki, semakin mudah untuk kita dapat melakukan kebajikan.
- Berpijak pada kebenaran. Jika kita selalu berlatih dan mengarahkan hidup pada kebenaran, hal ini akan membawa kita hidup dalam keadaan aman. Misalnya kita tidak mudah untuk difitnah karena kita menjalani hidup dengan jujur. Setiap perbuatan kita selalu diarahkan pada kebenaran.
Dalam cerita Jātaka dikisahkan hiduplah dua orang petapa, seorang guru dan satu orang murid. Sang guru memiliki kebijaksanaan yang sangat tinggi, hidup sederhana, dan tidak memiliki kemelekatan apa pun terhadap makanan. Suatu ketika tanpa sepengetahuan gurunya, murid tersebut menyimpan garam hasil Pindapatta. Pada hari berikutnya mereka melakukan Piṇḍapāta lagi dan guru dari murid tersebut terheran sebab hari itu tidak ada yang berdana garam tetapi ia justru melihat muridnya memiliki garam.
Guru pun menanyakan hal itu pada muridnya dan akhirnya murid tersebut mengakui jika garam tersebut ia peroleh dari hasil Piṇḍapāta pada hari sebelumnya. Guru menasihatinya jika hal tersebut adalah salah, tidak pantas untuk seorang petapa menyimpan (melekati) makanan. Awalnya sang murid tidak terima akan nasih gurunya, setelah perdebatan yang panjang, ia pun menyadari kesalahannya dan berjanji tidak akan mengulanginya lagi.
Kebenaran adalah sesuatu yang pasti dan ada cara-cara yang akan diterima oleh banyak orang bahwa itu merupakan kebenaran. Kebenaran harus dilatih dari waktu ke waktu. Hidup dalam kebenaran menuntun kita menjadi pribadi yang baik dan dapat dipercaya.
- Berpijak pada kesucian. Dalam hal ini kita melatih, mengembangkan, dan menjaga pikiran untuk senantiasa bersih . Melakukan segala bentuk kebajikan juga harus dilandasi dengan pikiran yang bersih. Terkadang saat melakukan kebajikan kita tidak menyadari pikiran-pikiran kotor yang muncul dan menguasai batin. Hal inilah yang menyebabkan kita cenderung menjadi tidak menyenangi perbuatan baik yang kita lakukan. Pikiran-pikiran kotor yang muncul ini juga yang menjadi penyebab kita menjadi menderita.
Inilah empat hal yang menjadi pijakan bagi orang yang bijaksana. Jika kita mengembangkan empat hal ini dengan cukup sempurna, suatu saat nanti ketika kita mengalami bahaya ataupun kesusahan keempat hal inilah yang akan menjadi penolong. Dalam hal ini perbuatan baik yang kita lakukan juga akan memberikan hasil yang baik pula dan bisa datang di saat kita membutuhkan.